Assalamualaikum,
Halo teman-teman semua.
Sekarang baru memasuki hari kedua puasa, semoga ibadah kita lancar hingga akhir bulan Ramadan nanti, aamiin.
.Curhatan Perantau.
Kilas balik beberapa tahun lalu, saat masih merantau dan bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan swasta. Seperti kebanyakan perantau, saya tinggal di indikos karena memang paling praktis dan murah.
Biasanya perantau akan merasa sendu ketika bulan Ramadan datang karena membayangkan sahur, puasa dan berbuka sendiri. Namun kesedihan itu bisa diobati karena ada teman kantor atau teman kos yang sering mengajak berbuka bersama.
Saya ingat sekali dulu, jadwal buka puasa bersama cukup padat. Ada jadwal dengan teman kos, teman dekat, teman satu jurusan, teman satu tim, rekan sesama PIC projek tertentu, rekan satu Departemen hingga jadwal buka puasa bersama CEO dan perwakilan setiap Departemen.
Alhamdulillah Ramadan memang bulan penuh berkah, berkat jadwal padat tersebut bisa berkumpul dan bersilaturrahmi dengan teman atau rekan kerja, selain itu juga dapat makan gratis hehe, karena biasanya acara buka puasa yang berkaitan dengan perusahaan ditanggung oleh perusahaan.
Namun kebahagiaan itu sirna saat pandemi korona masuk ke Indonesia pada tahun 2020. Selama 2020 dan 2021, status pandemi bisa dibilang sangat tinggi. Bukan karena sekedar melihat data dari berita namun terasa di lingkungan saya.
Satu per satu rekan kerja terkena virus korona. Hal ini membuat perusahaan memberlakukan peraturan yang lebih ketat demi mencegah penyebaran. Tak terkecuali saat bulan Ramadan, aktifitas jadi berubah karena peraturan yang diberlakukan saat pandemi terutama di bulan Ramadan.
.Perantau saat Ramadan + Pandemi.
Puasa jauh tanpa keluarga sudah biasa, puasa saat pandemi rasanya lebih luar biasa bagi perantau. Kesedihannya dua kali lipat. Banyak momen Ramadan yang hilang atau terpaksa ditiadakan saat pandemi.
Yang pertama adalah tidak bisa shalat tarawih di masjid. Saat pandemi, tidak banyak masjid yang buka untuk mengadakan shalat tarawih berjamaah. Adapun yang buka, memberlakukan shaf yang jaga jarak dan harus menggunakan masker.
Di lingkungan indikos saya, ada masjid yang buka tapi memberlakukan jaga jarak. Saya pribadi merasa tidak afdol jika melaksanakan shalat berjarak dan menggunakan masker. Pasalnya hal ini sangat bertentangan dengan tata tertib shalat berjamaah yang seharusnya shaf lurus dan rapat.
Shalat menggunakan masker juga menjadi keraguan bagi saya. Selama ini yang dipelajari adalah shalat harus menutup aurat kecuali telapak tangan dan wajah. Walaupun katanya ada pengecualian saat pandemi, tetap saja khawatir ibadah tidak sempurna jika shalat menggunakan masker.
Oleh karena itu selama bulan Ramadan tahun 2020 dan 2021 saya tidak pergi ke masjid dan memilih shalat tarawih di kamar kos.
Yang kedua adalah tidak bisa berbuka bersama teman atau rekan kerja. Puasa saat pandemi membuat saya shock culture, dimana dulu jadwal acara bukber sangat padat, saat pandemi malah tidak ada sama sekali.
Ini karena ada larangan mengadakan makan bersama di tempat umum termasuk buka puasa bersama yang dikeluarkan perusahaan bagi seluruh karyawan. Ditambah lagi restoran, kafe atau tempat makan lainnya banyak yang tutup atau buka dengan syarat makanan dibungkus alias take away sesuai dengan peraturan daerah setempat.
Sedih sekali sebagai perantau, tidak bisa berkumpul dengan keluarga, eh saat pandemi juga tak bisa makan bersama teman atau rekan kerja.
Di balik kesedihan tersebut saya masih bersyukur karena masih ada teman kos dan teman dekat. Karena kami masih mengusahakan buka puasa bersama di salah satu kamar supaya tetap semangat puasa saat pandemi dan jauh dari keluarga.
Sekian kisah singkat mengenai pengalaman puasa saat pandemi sekaligus saat masih merantau. Banyak sedihnya tapi semoga menjadi pelajaran untuk lebih banyak bersyukur.
***
Tulisan ini dibuat untuk 30 Day Ramadan Challenge 2022 oleh Blogger Perempuan Network dengan tema ke2 Puasa Saat Pandemi.
Terima kasih sudah visit dan membaca blog saya.
xoxo
dila.
Tidak ada komentar
Posting Komentar